Monday, November 5, 2007

Mengunjungi Old Trafford Manchester (Coding@theUK bagian 2)

Hari minggunya kami menuju ke Manchester untuk melihat langsung stadiun Old Trafford milik klub sepakbola Manchester United yang terkenal itu. Kami naik kereta dari Nottingham pukul 09.15. Perjalanan seharusnya dua jam menjadi mulur karena terjadi kerusakan kereta di tengah perjalanan sehingga kami harus dipindahkan ke kereta yang lain. Memang kereta api di Inggris dikenal tidak begitu bagus, tapi setidaknya penanganan kejadian gangguannya cukup baik. Petugas mendatangi gerbong kereta satu persatu untuk menjelaskan kerusakan yang terjadi, serta meminta maaf dan akan mengganti rugi bagi penumpang yang ketinggalan pesawat karena keterlambatan kereta.

Sekitar pukul 14.00 kami tiba di stasiun Manchester Piccadilly. Dengan naik bus sekitar 30 menit sampailah kami di Old Trafford.

Suasana di luar stadiun sepi karena sedang tidak ada pertandingan. Waktu begini paling bagus untuk turis karena saat tidak ada pertandingan maka tour menuju ke dalam stadiun dibuka.

Kami membayar tiket £10 untuk masuk ke museum dan mengikuti tour ke dalam stadiun. Di dalam museum terpampang sejarah dari awal terbentuknya klub, gambar para pemain, piala, baju dan segala perlengkapan bola lainnya.

Sekitar pukul 14.20 tour dimulai. Ada sekitar 20-an orang yang ikut dalam rombongan. Mereka berasal dari berbagai negara termasuk beberapa orang Inggris.

Masuk ke dalam stadiun, terlihat kursi berjajar rapi dan bersih, serta rumput hijau yang terbal. Stadiun Old Trafford berkapasitas 75 ribu penonton, lebih kecil dibandingkan Gelora Bung Karno yang berkapasitas 100 ribu, tempat aku biasa jogging. Tetapi stadiun Old Trafford jauh lebih terawat. Seluruh fasilitasnya bersih, dan petunjuk-petunjuk tertulis dengan jelas.

Setelah melihat-lihat ke dalam stadiun, kami diajak untuk menikmati ruang ganti para pemain. Di dalamnya terdapat beberapa bath tub untuk berendam para pemain MU setelah lelah bermain. Tour kemudian dilanjutkan ke ruangan siaran pers. Di tempat tersebut semua pengumuman resmi seperti kontrak pemain dan penggantian pelatih disiarkan. Kemudian kami berjalan ke tribun pemain. Kami menyempatkan merasakan tempat duduk VIP, di mana kursinya lebih besar dan nyaman. Pada saat pertandingan kursi ini ditempati oleh pemain dan official kedua tim yang bertanding.

Setelah puas mengambil beberapa foto, rombongan diantar menuju pintu keluar karena kelompok berikutnya akan segera tiba.

Foto : Stadiun Old Trafford Manchester

Thursday, October 18, 2007

Perjalanan berangkat (Coding@theUK bagian 1)



Bulan September ini aku dan seorang rekanku mendapatkan tugas dari kantor untuk mengerjakan proyek di United Kingdom a.k.a Inggris.
Kami berangkat tanggal 25 September jam 7 malam WIB dengan menumpang Singapore Airlines. Perjalanan dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapore. Kami tiba di Bandara Changi pukul 22 waktu setempat. Tidak banyak yang berubah di Changi dibandingkan ketika pertama kali aku mengunjungi Singapore 2 tahun yang lalu. Mall di bandara ramai orang dari berbagai suku bangsa lalu lalang.
Sekitar satu jam menunggu, kami kembali boarding ke pesawat untuk menuju Manchester.
Pesawat Singapore Airlines (SQ) yang kami tumpangi berbadan besar, yaitu Boeing 777-200. Dalam satu baris terdapat 9 kursi yang dibagi menjadi 3 kelompok, di kiri tengah dan kanan, jadi ada dua jalur untuk lalu lalang petugas penumpang.
Di dalam kabin, suasana nyaman karena didukung oleh fasilitas yang lengkap dan awak kabin yang cantik dan penuh senyum, dan mereka bisa sedikit berbahasa Indonesia.
Di setiap kursi penumpang terdapat layar monitor yang bisa dikontrol dengan remote yang terletak di bawah sandaran tangan. Remote ini memiliki multifungsi. Kita bisa memilih siaran video broadcast dari pesawat, pilihan film (ada sekitar 80 film!), game, berita, audio (ini juga sangat banyak!).


Benar benar penumpang dimanjakan dengan fasilitas multimedia yang lengkap ini.
Yang menarik lagi, broadcast video dari pesawat memberikan banyak informasi. Kita jadi tahu peta di mana posisi pesawat berada pada saat ini, jam lokal di tempat keberangkatan, jam lokal di tempat tujuan, dan jam lokal di darat di mana pesawat sedang berada di atasnya. Juga ada informasi tentang kecepatan pesawat, kecepatan angin yang menerpa badan pesawat, serta suhu di luar pesawat. Informasinya cukup lengkap, jadi bisa tahu posisi saat ini sedang di atas wilayah negara mana. Yang tidak pernah saya bayangkan, ternyata suhu di luar bisa mencapai - 50 ° C!

Setelah sekitar dua jam perjalanan, makan malam mulai dihidangkan. Menu yang tersedia lengkap dan lezat mulai dari pembuka hingga penutup. Mungkin karena untuk ukuran orang barat,kami tidak sanggup menghabiskannya.
Sesudah makan aku mulai ngantuk, tetapi memang sulit buatku tidur dengan posisi duduk.
Saat haus, aku tinggal memencet tombol panggil di remote kontrol. Dalam hitungan detik pramugari sudah datang menanyakan kebutuhan penumpang dengan ramah, bahkan mereka tetap tersenyum sesudah 13 jam perjalanan!. Tak heran jika maskapai ini sering mendapat penghargaaan sebagai yang terbaik di dunia.
Foto : Makan malam dan multimedia di SQ

Monday, August 20, 2007

Andika Bhayangkari



Jumat, 17 Agustus yang lalu saya menyempatkan diri melihat dari dekat upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 62 langsung di istana negara.
Sebuah pengalaman unik dan pertama kali bagi saya melihat dari dekat upacara yang biasanya saya ikuti melalui televisi.Ada beberapa sudut pandang yang tidak mungkin saya rasakan jika menyaksikannya dari televisi.

Semua yang menghadiri upacara hening pada saat peringatan detik-detik proklamasi yang ditandai dengan bunyi sirine dan dentuman meriam. Suaranya benar-benar membuat jantung bergetar. Sungguh, jantung dan organ tubuh saya yang lain terasa bergetar setiap kali meriam berbunyi sepanjang satu menit itu.
Saya jadi membayangkan, betapa heroik dan mencekam proses perang menuju kemerdekaan. Tentu letusan yang terjadi pada masa perang jauh lebih dahsyat dari yang saya rasakan sekarang. Sungguh saya merasa beruntung tidak harus mengalaminya.

Mendengar langsung instrumen musik pada saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan terasa berbeda. Musik yang dimainkan oleh pasukan marching band dari gabungan TNI mampu membangkitkan semangat nasionalisme, yang makin terkikis di tengah ketertinggalan negara ini di berbagai bidang sekarang ini.
Selain lagu kebangsaan Indonesia Raya, ada lagu lain yang menarik bagi saya yaitu Andika Bhayangkari. Lirik dan iramanya megah, dan mampu memberikan semangat tersendiri :
Andika bhayangkari pencipta sapta marga, Pancasila mulai jadi negara mulia.

Ada sebuah peristiwa menarik saya lihat. Rakyat biasa, yang tentu tidak mendapatkan undangan mengikuti upacara (termasuk saya), hanya bisa mengikuti upacara dari jarak yang agak jauh. Kami hanya bisa melihat dari jarak sekitar 20 meter dari lokasi upacara oleh karena kami dihalangi dua lapis pagar betis gabungan dari aparat kepolisian dan TNI.
Sempat saya lihat perdebatan seorang ibu yang ingin melihat lebih dekat upacara namun dihalang-halangi oleh aparat. Sungguh ironis memang, rakyat biasa seperti ibu yang saya lihat ini sangat ingin mengikuti upacara dari dekat namun terhalang oleh aparat. Ia terpaksa hanya dapat berdiri kepanasan melihat dari jauh namun setia hingga upacara selesai Di sisi lain keluarga pejabat yang mendapatkan undangan dan memperoleh tempat duduk yang layak tampak punya kesibukan yang lebih penting dari pada mengikuti upacara. Sebagian dari tamu undangan tersebut sudah mulai meninggalkan upacara pada saat upacara belum selesai! Saat itu upacara masih diisi dengan beberapa lagu daerah. Mereka bahkan mendahulu presiden dan wakil presiden!

Pada pertengahan upacara, saya akhirnya dapat bernegosiasi dengan seorang aparat TNI agar diijinkan melewati pagar betis dan memotret dari jarak lebih dekat. Kelihatanya mereka bertolerasi karena saya mengenakan pakaian yang cukup rapi layaknya tamu undangan (saya sengaja mengenakan hem, celana kain dan sepatu layaknya ke kantor). Seorang lain yang berpenampilan kurang sopan untuk sebuah upacara kenegaraan langsung diusir begitu melewati batas.

Demikian sedikit cerita dari saya. Foto diambil menggunakan kamera Nikon E4600 dengan mode Auto.


Tuesday, May 15, 2007

History


Arsip Nasional RI. Setelah perdjoeangan merebut Djogdja kembali (Benteng Vredeburg, 1 Maret 1949) .